Semangat nak,
jangan malas kau geluti
tubuhmu masih kekar
banyak beban yang akan kau pikul.
Semangat nak,
berjuang tak ada yang santai,
dan takdir tak ada yang begitu saja datang dengan indah.
Semangat nak,
buatlah temanmu berkata sombong,
sebab segala upaya sudah kau lakukan.
Nak semangat,
masalahmu masih tanggung jawabku,
pelikmu masih membutuhkan pelukku bukan?
"Iya Bu"
harapan si Ibu bukan tuntutan,
melainkan doa yang semestinya ku Aamiinkan.
"Aamiin Bu"
Urusanku usai bergegas dari kediaman,
berdebat dengan beberapa penguasa,
bergelut kata dilayar monitor, dan
bila baik, cuanku datang menyapa.
"Hai buruh kata, jangan lupa bersyukur" kata si Cuan sembari menatap sinis.
Aku selalu bersyukur dan akan terlihat baik-baik saja,
bahkan sehancur apapun keadaannya Cuan!
Perihal hidup
jadikan ia anak tangga yang mesti kau tapaki
pertama, kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya
setiap anak tangga punya lelah masing-masing
angkanya besar lelahnya pun demikian
Jangan surut kau punya tujuan
badai selalu menyisakan pohon terkuat
bak kata-kata yang pernah kutemui
Maknai saja setiap langkahmu
insya Allah, semua akan baik-baik saja.
Usah berfatamorgana
ruangnya tentu tidak saja sempit
Usah berfatamorgana
menelisik setiap hal ia gemari bahkan kau tak khatam perihal
rasa
kau, kerap kali ku katakan
imajinasi jangan kau manjakan
bisa saja ia sedang kebingungan
bisa saja ia salah sambung lalu sungkan
bisa saja ia memang baik
ya, semuanya bisa saja.
cukup jadikan dirimu teman diskusi,
lalu rasuki setiap kata yang berubah menjadi centang dua lebam
membiru dilaman ponselnya.
kau jangan berperan sendirian, sertakan Tuhan didalamnya. (*)
Rumah, tempat terbaik merayakan lelah
tergeletak disenggamai ponsel
seraya dibisingi asupan si Ibu.
Bagaimana harimu?
Apa sudah makan?
Bagaimana Kerjaanmu?
Apa sudah gajian?
Bu, semuanya baik,
Tipuku bak si cawat.
Pada saban perjalanan panjang. kau sesekali akan menemui beberapa persimpangan yang akan membuatmu berhenti sebatang.
Ya sebatang,
sebatang mencoba mendampingi saat mengulik perihal pulang.
rumahmu.
kau tentu mengingatnya bukan? dan
kau tentu saja paham betul arah jalannya.
lalu, mengapa dihari itu kau lupa?
kau lupa jalan yang berbeton menuju rumah.
kau lupa jalan yang kau tandai ada sebuah kedai nasi andalanmu, dan
kau lupa ada hentakan meja si bapak malamnya di kedai usang tepat bertatap di lamanmu.
rasanya akan menyiksa bila lupa datang menyapa.
pun rasanya akan menyiska bila lara datang mendera.
Hmmm.
Aku tahu,
ya, aku cukup tahu dan tak ku perjelas.
Bergegaslah,
jalanmu masih panjang,dan
tentu persimpangan-persimpangan masih banyak harus kau temui.
kau baru saja melangkah,
lalu menemui persimpangan pertama, dan
sisanya kau harus menemui 11 persimpangan
hingga kau tahu ada Dia yang duduk manis sembari mengusik ponsel pintar
dan baru saja selesai menanak untuk kepulanganmu.