17 Maret 2025

Menyelami Cinta dan Kehilangan dalam Puisi-Puisi Boy Candra

Penulis Boy Candra. (Foto: Diksican@blogspot.com)
Penulis Boy Candra. (Foto: Diksican@blogspot.com)

NAMA Boy Candra sudah tidak asing lagi bagi para pecinta sastra, terutama mereka yang gemar menikmati kisah-kisah romansa penuh makna. 

Penulis asal Sumatera Barat ini kembali menyapa penggemarnya lewat kumpulan puisi terbaru yang menggambarkan cinta, kehilangan, dan perjalanan hidup.

Lahir di Parit, Malalak Selatan, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, pada 21 November 1989, Boy Candra dikenal sebagai sosok yang produktif dalam dunia kepenulisan. 

Debutnya dimulai pada tahun 2013 dengan novel Origami Hati, yang kemudian membuka jalannya sebagai salah satu penulis paling dicari di Indonesia.

Latar belakang pendidikan Boy pun tidak lepas dari dunia akademik. Ia menyelesaikan studi S-1 di Universitas Negeri Padang (UNP) pada program studi Administrasi Pendidikan pada 2013, dan melanjutkan pendidikan S-2 di kampus yang sama, lulus pada tahun 2019.

Sejak 2011, Boy sudah aktif menulis, baik di blog pribadinya maupun di berbagai media sosial. Karyanya selalu menghadirkan kisah cinta yang sederhana namun penuh dengan pesan mendalam. 

Salah satunya terlihat dalam beberapa puisi terbaru yang ia rilis, yang banyak mengupas makna rindu, kebersamaan, dan perjalanan cinta.

1. Sesuatu yang Tak Pernah Kuinginkan Bila Kau Tiada

Aku ingin membaca matamu,

melalui malam yang larut,

pada pelukan penenang kalut.

Mengartikan puisi-puisi di bola hitam itu,

menemukan diriku berlumur rindu di sana.

Aku ingin menatapmu lebih dekat, lebih lekat,

lamat-lamat, mencari tahu rahasia apa yang kau

punya, mantera apa yang kau baca.

Hingga membuat aku setengah gila

bila kau tiada.

Puisi ini menggambarkan betapa dalamnya kerinduan dan ketakutan akan kehilangan seseorang yang dicintai. 

2. Lewatlah untuk Menuju Kebahagiaanmu

Diriku adalah jalan raya

tempat kakimu menuju bahagia.

Diriku adalah pantai yang penuh dengan senja,

tempat kau menerjemahkan warna.

Perjalanan adalah hidup.

Sesuatu yang akan tetap kuhadapi

selama dadamu berdegup.

Pelan atau cepat laju hanya cara untuk menuju,

sebab sejatinya perjalanan bukan tentang

cepat atau lambat sampai

Namun apa yang kau rasakan setelah tualang usai.

Puisi ini merefleksikan perjalanan hidup dan makna di balik setiap langkah yang diambil. 

3. Yang Terdalam

Aku ingin pulang ke dalam dirimu,

menetap dan tak pergi ke mana-mana lagi.

Seperti jatuh cinta yang tak kenal usia,

semakin menua semakin aku cinta.

Berkali-kali, banyak sekali.

Denganmu ku biarkan daun-daun gugur,

musim berganti, dan aku memilih tetap di sini. . .

Untuk lebih lengkap kamu bisa simak langsung kanal Youtube Boy Candra, atau bisa kunjungi  Puisi Boy Candra (*)

17 Desember 2022

Teks Puisi Mata Luka Sengkon Karta karya Peri Sandi Huizche

Peri Sandi Huizche. (Foto: Istimewa)

Hi teman-teman Diksican, buat kamu yang tengah mencari naskah lengkap puisi Mata Luka Sengkon Karta karya dari penyair Peri Sandi Huizche, kita sudah siapkan ya.

Mata Luka Sengkon Karta sempat viral saat dibawakan oleh Peri Sandi Huizche sang penyair asal Sukabumi pada 2017 silam.

Untuk diketahui, Peri Sandi ini muncul ke permukaan setelah sukses membacakan puisi miliknya yang berjudul Mata Luka Sengko Karta di Teather Ketjil TIM. Berikut naskah puisi lengkapnya ya.

Baca juga: Struktur Retorik Puisi Rakyat, Jenis, Contoh dan Unsur Kebahasaan

Mata Luka Sengkon Karta karya Peri Sandi Huizache

Serupa maskumambang

Pupuh mengantarkan wejangan hidup

Kecapi dalam suara sunyi menyendiri

Pupuh dan kecapi mambalut nyeri menyatu dalam suara genting

Terluka, melukai, luka-luka menganga akibat ulah manusia

Terengah-engah di dalam tabung dan selang

Aku, seorang petani bojong sari

Menghidupi mimpi dari padi yang ditanam sendiri

Kesederhanaan panutan hidup

Dapat untung dilipat dan ditabung

1974 tanah air yang kucinta

Berumur 29 tahun

Waktu yang muda bagi berdirinya sebuah negara

Lambang garuda dasarnya Pancasila

Undang-undang 45

Meraaajut banyak peristiwa

Peralihan kepemimpinan yang mendesak

Bung karno diganti pak harto

Dengan dalih keamanan negara

Pembantaian enam jendral satu perwira

Enam jam dalam satu malam

Mati di lubang tak berguna


Tak ada dalam perang maha barata

Bahkan disejarah dunia

Hanya disejarah Indonesia

Pemusnahan golongan kiri

PKI wajib mati

Pemimpin otoriter repelita

Rencana pembangunan lima tahun

Bisa jadi rencana pembantaian lima tahun

Di tahun-tahun berikutnya

Kudapati penembak misterius

Tak ada salah apa lagi benar

Tak ada hukum negara

Pembantaian dimana-mana

Dor di mulut,

Dor di kepala,

Diikat tali dikafani karung

Penguasa punya tahta

Yang tidak ada bisa diada-ada

Ehhhhh….

Akulah sengkon yang sakit

Berusaha mengenang setiap luka

Didada, di punggung

Di batuk yang berlapis tuberculosis

Malam jumat 21 November 1974.

Setiap malam Jum'at

Yasin dilantunkan dengan hikmat

Bintang-bintang berzikir dengan kedipannya

Suara-suara binatang melengkingkan pujian untuk Tuhan

Istriku masih mengenakan mukenah,

Mengambilkan minum dari dapur

Dikejahuan terdengar warga desa gaduh

Yaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa.

Adili saja si keluarga rombong itu

aaaaaaaaaaaaaaaa

Usir saja dari kampung sini

Bakar saja rumahnya


Di lubang bilik ada banyak obor dan petromax menyala meneriakan tegas

Saudara segkon, saudara sudah dikepung Abri

Kalau mau selamat menyerahlah

Saudara tidak bisa kabur

Angkat tangaaaaaaaaaaaaaaaan!

Struktur Retorik Puisi Rakyat, Jenis, Contoh dan Unsur Kebahasaan


Foto: Diksican.blogspot.com
Struktur retorik puisi rakyat. (Foto: Diksican.blogspot.com)

Hi teman-teman, berikut Diksican coba mengulas tentang struktur retorik puisi rakyat, oleh karena itu simak hingga selesai ya artikelnya biar tidak gagal paham.

Puisi rakyat adalah jenis puisi yang diciptakan oleh masyarakat dan dibawakan secara lisan atau tertulis.

Puisi ini merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Puisi rakyat dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis, diantaranya adalah puisi lagu, puisi pantun, puisi syair, dan puisi gurindam.

Setiap jenis puisi rakyat memiliki struktur retorik yang berbeda. Struktur retorik adalah cara penyusunan kalimat dan pemakaian bahasa yang digunakan dalam sebuah teks untuk memberikan efek tertentu. Berikut ini adalah struktur retorik dari masing-masing jenis puisi rakyat:

Struktur Retorik dari Masing-masing Jenis Puisi Rakyat

1. Puisi lagu: Struktur retorik puisi lagu terdiri dari baris-baris yang terdiri dari 2 atau 4 bait, dengan pola riming di setiap baitnya. Biasanya, puisi lagu memiliki irama yang dapat dibacakan seperti lagu.

Contoh puisi lagu: 

"Di Sini Menunggu"


Di sini menunggu

Di sini menanti

Apakah kau datang

Atau terus saja jauh


Hari ini ku merindukanmu

Esok tak tahu apa yang terjadi

Tapi di sini aku terus menunggu

Meski hati ini selalu tersakiti


Reff:

Jangan pergi jauh dari sini

Jangan tinggalkan aku sendiri

Kau adalah satu-satunya yang kucinta

Di sini menunggu, di sini menanti

2. Puisi pantun: Struktur retorik puisi pantun terdiri dari 2 bait yang terdiri dari 4 baris, dengan pola riming di setiap baitnya. Bait pertama merupakan bait yang memiliki makna kiasan, sementara bait kedua merupakan bait yang memiliki makna sebenarnya.

Contoh puisi pantun:

Bunga melati di taman

Baunya harum segar nan manis

Membuat hati tenang

Dan jiwa merasa damai


Di tepi sawah yang luas

Terdapat pohon jambu yang rindang

Buahnya merah mengkilap

Sangat nikmat dimakan


Di hutan yang hijau

Terdengar suara burung merak

Bersiul-siul indah

Menambah suasana damai


Di pinggir pantai yang biru

Terdapat ombak yang lincah

Menerjang batu-batu karang

Dengan gerakan yang indah

3. Puisi syair: Struktur retorik puisi syair terdiri dari beberapa bait yang terdiri dari 4 atau 5 baris, dengan pola riming di setiap baitnya. Puisi syair biasanya memiliki irama yang lebih lambat dibandingkan dengan puisi lagu.

Contoh puisi syair:

"Di tepi sawah hijau

Terhampar luas indahnya

Padi yang tumbuh subur

Menghijaukan harapan


Mendung pun turut hadir

Menghiasi langit biru

Menjadi pelindung terbaik

Untuk pohon yang tumbuh di sana


Di sana terdapat kebahagiaan

Yang tak ternilai harganya

Di sana terdapat cinta

Yang tak pernah padam


Di tepi sawah hijau

Tempat ku menemukan kembali

Semua yang hilang di jiwa"

4. Puisi gurindam: Struktur retorik puisi gurindam terdiri dari beberapa bait yang terdiri dari 2 baris, dengan pola riming di setiap baitnya. Puisi gurindam biasanya memiliki makna yang lebih filosofis dan abstrak dibandingkan dengan jenis puisi lainnya.

Contoh puisi gurindam:

"Di tepi hutan yang hijau

Terdengar suara gurindam

Dari mulut pepatah tua

Yang mengajarkan kebenaran


Hidup harus dijalani dengan sabar

Dan tak harus selalu merasa kuat

Meski kadang terjatuh di dasar

Harus bangkit dan terus berjalan


Jangan pernah menyerah pada kegagalan

Meski badai menghadang di depan

Karena hidup adalah perjalanan

Yang harus kita tempuh bersama


Maka dengarkanlah gurindam

Dan ikutilah arah yang benar

Agar kita bisa meraih kebahagiaan

Di tepi hutan yang hijau"

Selain struktur retorik, puisi rakyat juga memiliki unsur kebahasaan yang khas. 

Unsur kebahasaan adalah elemen-elemen yang membentuk sebuah teks, seperti kata, frasa, klausa, dan tata bahasa. Berikut ini adalah beberapa unsur kebahasaan yang sering digunakan dalam puisi rakyat.

Unsur Kebahasaan yang Sering Digunakan dalam Puisi Rakyat

Struktur kebahasaan pada puisi rakyat tersebut, aspek-aspek yang dimaksud seperti kalimat perintah,kalimat ajakan,kalimat saran, kalimat seru,dan kalimat larangan. (*)

14 Juni 2021

Ramadhan

Ramdhan. (Foto: Istimewa)















Ini hari keruwetan bertamu tak bertegur sapa, 

Mengintip bilik kecil tak beraga sebab terbuai lena yang berkeliaran.

Tertangkap basah,

Bertamu tak paham adab,

terentah pascaberjabat lalu berbisik nama kemudian riang menggema.
 
"Namanya Ramadhan, tak pandai berlisan, tak pandai menulis" Secarik kertas kecil yang ia todong sembari menunduk tampak bersalah.
 
"Maaf, mungkin ia tak menyapa, dan berfikir bahwa ia tidak baik" kata si pria paruh baya berjalan mendekati dari kejauhan.
 
"Saya mengantarkannya untuk jadi temanmu sebulan kedepan, agar bisa menemani sebab kamu selalu berleha-leha"
 
"Jangan terburu-buru menilainya, coba perhatikan lagi, barangkali butuh dari diri yang selalu berharap pamrih bukan ketulusan," hayatnya sembari menoleh dan melangkah pergi. (*)

29 September 2020

Cuan


Semangat nak,
jangan malas kau geluti
tubuhmu masih kekar
banyak beban yang akan kau pikul.


Semangat nak,
berjuang tak ada yang santai,
dan takdir tak ada yang begitu saja datang dengan indah.

Semangat nak,
buatlah temanmu berkata sombong,
sebab segala upaya sudah kau lakukan.

Nak semangat,
masalahmu masih tanggung jawabku,
pelikmu masih membutuhkan pelukku bukan?

"Iya Bu"

harapan si Ibu bukan tuntutan,
melainkan doa yang semestinya ku Aamiinkan.

"Aamiin Bu"

Urusanku usai bergegas dari kediaman,
berdebat dengan beberapa penguasa,
bergelut kata dilayar monitor, dan
bila baik, cuanku datang menyapa.

"Hai buruh kata, jangan lupa bersyukur" kata si Cuan sembari menatap sinis.

Aku selalu bersyukur dan akan terlihat baik-baik saja,
bahkan sehancur apapun keadaannya Cuan!

15 September 2020

Baik-baik saja


Perihal hidup

jadikan ia anak tangga yang mesti kau tapaki

pertama, kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya

setiap anak tangga punya lelah masing-masing

angkanya besar lelahnya pun demikian


Jangan surut kau punya tujuan

badai selalu menyisakan pohon terkuat

bak kata-kata yang pernah kutemui


Maknai saja setiap langkahmu

insya Allah, semua akan baik-baik saja.

07 September 2020

Fatamorgana


 

Usah berfatamorgana

ruangnya tentu tidak saja sempit

 

Usah berfatamorgana

menelisik setiap hal ia gemari bahkan kau tak khatam perihal rasa

 

kau, kerap kali ku katakan

imajinasi jangan kau manjakan

 

bisa saja ia sedang kebingungan

bisa saja ia salah sambung lalu sungkan

bisa saja ia memang baik

ya, semuanya bisa saja.

cukup jadikan dirimu teman diskusi,

lalu rasuki setiap kata yang berubah menjadi centang dua lebam membiru dilaman ponselnya.

 

kau jangan berperan sendirian, sertakan Tuhan didalamnya. (*)

02 September 2020

Cawat


Rumah, tempat terbaik merayakan lelah
 

tergeletak disenggamai ponsel

seraya dibisingi asupan si Ibu.

 

Bagaimana harimu?

Apa sudah makan?

Bagaimana Kerjaanmu?

Apa sudah gajian?

 

Bu, semuanya baik,

Tipuku bak si cawat.

25 Agustus 2020

12 Persimpangan


Pada saban perjalanan panjang.  

kau sesekali akan menemui beberapa persimpangan yang akan membuatmu berhenti sebatang. 

Ya sebatang, 

sebatang mencoba mendampingi saat mengulik perihal pulang.  

 

rumahmu.  

kau tentu mengingatnya bukan? dan 

kau tentu saja paham betul arah jalannya.  

lalu, mengapa dihari itu kau lupa? 

kau lupa jalan yang berbeton menuju rumah.  

kau lupa jalan yang kau tandai ada sebuah kedai nasi andalanmu, dan 

kau lupa ada hentakan meja si bapak malamnya di kedai usang tepat bertatap di lamanmu.  

 

rasanya akan menyiksa bila lupa datang menyapa.  

pun rasanya akan menyiska bila lara datang mendera.  

 

Hmmm.  

Aku tahu, 

ya, aku cukup tahu dan tak ku perjelas.  

 

Bergegaslah, 

jalanmu masih panjang,dan tentu persimpangan-persimpangan masih banyak harus kau temui.  

kau baru saja melangkah,  

lalu menemui persimpangan pertama, dan 

sisanya kau harus menemui 11 persimpangan hingga kau tahu ada Dia yang duduk manis sembari mengusik ponsel pintar 

dan baru saja selesai menanak untuk kepulanganmu. 

18 Agustus 2020

Bolehkan?


Aku melihat,

Tak usah berupaya gagah dermawan.

Seadanya saja,

Aksaku pada iman, jelas tak rupa.

 

Harsaku,

Sepertinya rapi pada laman maya.

Untuk sekarang,

Berbagi cerita dan si pengharap pun girang.

Bagaimana tidak, gelabahku sepertinya telah dibatasi sekat yang tak terlihat.

 

Hari ini, esok entah lusa

Sarayu perlahan dirasa nyaman

Hanya meminta,

Bolehkan? karena-Mu untuknya.

30 Juni 2020

Hitam


Langit gelap dikala air Tuhan menjelma gila di tanah,

kerumunan asap pun dibuat menari-nari bersenggama,

ya, bersenggama bersama ingatan-ingatan yang kian lama kian gelap

Aku luruh bersamanya,

menikmati euforia air Tuhan yang begitu gila tak terdayuh

begitu pula ingatan-ingatannya, tak terbendung menuju hitam.

Aku yang kering seakan baru saja merasakan sejuknya air Tuhan,

bahkan aku bisa merasakannya,

dimulai secara perlahan menggerayangi tubuh.

Aku tahu,

gelap itu sementara, sebab mentari lelah bersahaja,

begitu pula air Tuhan, sementara.

Aku memang menyukai warna gelap,

tapi kali ini sepertinya warna gelap menjadi sosok yang penuh tanya,

menatapnya, seakan berkelakar riang di kepala,

penuh tanya, sedang apa aku disini?

24 Juni 2020

Kesalahpahaman


Diiringi kagum tak berkesudahan,
riang melantang awal pertemuan,
aku berhasil berkenalan dan selanjutnya berhasil, 
ah bukan
kau terpaksa menerima ajakanku untuk makan serius

Hari lainnya,
hujan sembari bercengkrama,
riang ku seperti kau persilahkan hadir begitupun kau sebaliknya.

Sudahlah,
aku tak ingat lagi!
Sekarang saja,
aku yang masih kebingungan,
menerka-nerka kapan itu ada lagi, tunggu tunggu!
bukan dengannya tapi bersama yang sebenar-benarnya.

Aku tak ingi terjerat terlalu lama,
beberapa bulan setelah perpisahaan,
aku berdapat kabar bahagiamu dengan pilihanmu,
sedangkan aku masih saja sibuk mencari siapa aku.

Sebab memilikimu aku tak sanggup,
penolakkanmu adalah sehebat-hebatnya kehendak kuasa,
membunuh rasa, aku tertatih menyeret hati
riuh menggema, melepuh tak terima, menghantam batin,
sebab bukan aku yang kau rencanakan.

Kita?
ku anggap adalah kesalahanpahamanmu
dan untuk dosa-dosa, biar aku saja maju menanggung, (jika Tuhan mengizinkan).

04 Juni 2020

Sepihak


Aku, kalah tak sanggup bertahan

telak di dada jatuh kewalahan


Aku, gagal berjuang sebab sepihak

tanpa bertaut, angan ku lebam dihantam pilu.


Aku, bungkam perihal ihklas

tunduk atas dasar kau punya kemauan

24 Juni 2019

Terpisah


Ia hanya ingin ditemani bukan dilengkapi
apa ini sebuah undangan untuk diperhatikan?

Aku tak akan berdiam, ya jangan, sebab sakit.
berlarilah atas kesedihan itu akan hebat.

Apa benar telinga sebagai indra pendengar saja?
telinga tidak bisa berbuat apa-apa bukan?

Rutinitas kita, usangpun tetap berindu
sebab perjumpaan kita sederhana, tak seperti kisah para pujangga bercerita.

Terucap batin. diawali bersama sesudahnya aku yang melanjutkannya sepihak.
bahkan akupun tak akan luput, kau mainkan drama yang hebat sehingga aku tak pernah menoleh sinis dihadapanmu

Kau benar-benar ahli dalam berperan, aku dibuat tak sadar dan terbawa arus deras untuk bertahan begitu keras,
sedangkan kau, mati-matian berjuang untuk lepas.

Selepas terpisah, aku yakin aku dan kau akan saling hebat untuk merindu.
Begitu lelah membawa tumpukan rindu sendirian,
untuk meringankan sebagian ku letakkan kembali dijalanan yang pernah kita lalui.

Melelahkan, teramat melelahkan
dan pada ahkirnya dari lelah aku tersadar, bahwa
terkadang untuk bahagia manusia menyulitkan dirinya sendiri.

Temuilah manusia lebih keras memperjuangkanmu,
semoga bukan luka yang kau temui.

Diberdayakan oleh Blogger.

Comments

Recent

Bottom Ad [Post Page]

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Heru Candriko

heru candriko

Full width home advertisement

Author Description

Hey there, We are Blossom Themes! We are trying to provide you the new way to look and use the blogger templates. Our designers are working hard and pushing the boundaries of possibilities to widen the horizon of the regular templates and provide high quality blogger templates to all hardworking bloggers!

Blogger templates

Post Page Advertisement [Top]